Rabu, 03 September 2014

Yogya Festival Gamelan


Konon, apabila sepasang anak manusia yang saling mencintai menyaksikan alunan gamelan dari awal hingga akhir, maka cinta mereka akan abadi. Karena gamelan merupakan perwujudan doa yang terlantun...

Menurut mitologi Jawa, gamelan diciptakan oleh Sang Hyang Guru pada era Saka. Beliau adalah Dewa yang menguasai seluruh tanah Jawa, dengan istana yang berada di gunung Mahendra di daerah Medang Kamulan (sekarang Gunung Lawu). Alat musik gamelan yang pertama kali diciptakan adalah "gong", yang digunakan untuk memanggil para Deva. Setelah itu, untuk menyampaikan pesan khusu. Sang Hyang Guru kembali menciptakan beberapa peralatan lain seperti dua gong, sampai akhirnya terbentuklah seperangkat gamelam.

Pandangan hidup Jawa yang diungkapkan dalam musik gamelannya adalah keselarasan kehidupan jasmani dan rohani, keselarasan dalam berbicara dan bertindak sehingga tidak memunculkan ekspresi yang meledak-ledak serta mewujudkan toleransi antar sesama. Wujud nyata dalam musiknya adalah tarikan tali rebab yang sedang, paduan seimbang bunyi kenong, saron kendang dan gambang serta suara gong pada setiap penutup irama.

Yogyakarta Gamelan Festival (YGF) adalah sebuah festival gamelan yang berskala global yang dinamis dan berkesinambungan yang diselenggarakan oleh Komunitas Gayam 16. Dan tahun 2014 ini merupakan tahun penyelenggaraan Yogyakarta Gamelan Festival yang ke-19. Yogyakarta Gamelan Festival yang ke-19 akan diadakan di Taman Budaya Yogyakarta (TBY) mulai tanggal 21 sampai dengan 23 agustus 2014. Tema 19th Yogyakarta Gamelan Festival adalah “Belongs to Everyone” yang merupakan jawaban atas perjalanan grand design YGF dari tahun ke tahun. Tema tersebut diangkat karena menilik dari sebuah kenyataan bahwa gamelan seharusnya sudah menjadi milik semua orang, dan sudah saatnya manusia menghargai keberadaan gamelan. Terutama bagi orang Indonesia di mana gamelan itu berasal.

Gamelan dari abad ke abad telah mengalami banyak perkembangan yang sedemikian rupa. Gamelan juga memiliki posisi penting dalam perkembangan budaya di dunia. Sampai saat ini, di berbagai negara di dunia telah berkembang seni gamelan klasik (gending) juga bermacam komposisi gamelan baru.
Acara 19th Yogyakarta Gamelan Festival tidak hanya menampilkan pertunjukan penampil yang berasal dari dalam negeri saja seperti penampil dari Bantul, Pacitan, Solo tetapi juga penampilan dari beberapa peserta yang berasal dari China, Meksiko, dan juga Amerika Serikat. Selain konser, dalam YGF juga akan ada exhibiton dan juga workshop. Tahun ini workshop akan menghadirkan pembicara seniman Rinding Gumbeng Nguri Seni yang berasal dari Gunung Kidul. Workshop akan berlangsung di hari terakhir tanggal 23 agustus 2014 mulai pukul 15.00 – 16.30 dan terbuka untuk umum. Materi yang diberikan adalah tentang penggunaan alat musik rinding, sejenis alat musik yang terbuat dari bambu dan dimainkan menggunakan mulut mengandalkan resonansi.
Acara ini tidak hanya menampilkan pertunjukan musik, tetapi juga pameran dari Kowplink Studio. Gamelan DJ, sebuah aplikasi musik berbasis Android yang memadukan instrumen tradisional dan modern, juga ditampilkan dalam pameran ini. Ada pula karya berupa aplikasi berbasis komputer dengan menggunakan kinect, sebuah teknologi air motion gesture yang menggabungkan musik, tarian, kultur lokal, dan edukasi. Memadukan lima ragam alat musik tradisional Indonesia, aplikasi ini mampu menjadi sarana pengenalan alat musik tradisional menjadi lebih kekinian.
Pada hari terakhir gelaran 19th Yogyakarta Gamelan Festival, workshop digelar di Lobby Societet Taman Budaya Yogyakarta. Seniman Rinding Gumbeng Nguri Seni dari Gunung Kidul hadir sebagai pembicara. Acara yang dibuka pukul 15.00 WIB ini mengusung tema Musik Mulut. Rinding, sebuah alat musik dari bambu yang dimainkan menggunakan mulut, menjadi topik yang akan dibahas dalam workshop.
Selama sembilan belas tahun, Yogyakarta Gamelan Festival selalu menjadi ajang yang ditunggu-tunggu para pecinta gamelan. Tidak hanya para pemain, festival ini juga menjadi ajang berkumpul para penikmat gamelan yang hanya sekedar mendengarkan alunan musik. Yogyakarta Gamelan Festival menjadi media para pemain gamelan untuk memamerkan karya-karya mereka. Melalui festival ini, Setyaji berharap pola pikir generasi muda terhadap budaya bangsa yang selama ini dianggap kuno bisa berubah. “Menggagas kehidupan seni gamelan yang dinamis, selalu menyelaraskan diri dengan zaman tanpa harus kehilangan latar belakang budayanya dan saling menghargai keanekaragaman kebudayaan di dunia menjadi visi diselenggarakannya Yogyakarta Gamelan Festival ini,” ujar Setyaji.
Kini, gamelan sebagai warisan budaya bangsa sudah diakui dan dipelajari oleh negara-negara di dunia. Di usianya yang ke-19, Yogyakarta Gamelan Festival patut disejajarkan dengan festival kelas dunia lainnya. “Sudah saatnya Yogyakarta Gamelan Festival menjadi ‘icon’ Yogyakarta,” pungkasnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar