Konon,
apabila sepasang anak manusia yang saling mencintai menyaksikan alunan gamelan
dari awal hingga akhir, maka cinta mereka akan abadi. Karena gamelan merupakan
perwujudan doa yang terlantun...
Menurut mitologi Jawa,
gamelan diciptakan oleh Sang Hyang Guru pada era Saka. Beliau adalah Dewa yang
menguasai seluruh tanah Jawa, dengan istana yang berada di gunung Mahendra di
daerah Medang Kamulan (sekarang Gunung Lawu). Alat musik gamelan yang pertama kali diciptakan
adalah "gong", yang digunakan untuk memanggil para Deva. Setelah itu,
untuk menyampaikan pesan khusu. Sang Hyang Guru kembali menciptakan beberapa
peralatan lain seperti dua gong, sampai akhirnya terbentuklah seperangkat
gamelam.
Pandangan hidup Jawa yang diungkapkan dalam musik gamelannya adalah
keselarasan kehidupan jasmani dan rohani, keselarasan dalam berbicara dan
bertindak sehingga tidak memunculkan ekspresi yang meledak-ledak serta
mewujudkan toleransi antar sesama. Wujud nyata dalam musiknya adalah tarikan
tali rebab yang sedang, paduan seimbang bunyi kenong, saron kendang dan gambang
serta suara gong pada setiap penutup irama.
Yogyakarta Gamelan Festival (YGF) adalah sebuah festival gamelan yang
berskala global yang dinamis dan berkesinambungan yang diselenggarakan oleh Komunitas Gayam 16. Dan tahun 2014 ini merupakan tahun
penyelenggaraan Yogyakarta Gamelan Festival yang ke-19. Yogyakarta Gamelan
Festival yang ke-19 akan diadakan di Taman Budaya Yogyakarta (TBY) mulai
tanggal 21 sampai dengan 23 agustus 2014. Tema 19th Yogyakarta Gamelan Festival adalah “Belongs to Everyone” yang
merupakan jawaban atas perjalanan grand design YGF dari tahun ke tahun.
Tema tersebut diangkat karena menilik dari sebuah kenyataan bahwa gamelan
seharusnya sudah menjadi milik semua orang, dan sudah saatnya manusia
menghargai keberadaan gamelan. Terutama bagi orang Indonesia di mana gamelan itu berasal.
Gamelan dari abad ke abad telah mengalami banyak perkembangan yang
sedemikian rupa. Gamelan juga memiliki posisi penting dalam perkembangan budaya
di dunia. Sampai saat ini, di berbagai negara di dunia telah berkembang seni
gamelan klasik (gending) juga bermacam komposisi gamelan baru.
Acara 19th Yogyakarta Gamelan Festival tidak hanya
menampilkan pertunjukan penampil yang berasal dari dalam negeri saja seperti
penampil dari Bantul, Pacitan, Solo tetapi juga penampilan dari beberapa
peserta yang berasal dari China, Meksiko, dan juga Amerika Serikat. Selain
konser, dalam YGF juga akan ada exhibiton dan juga workshop. Tahun
ini workshop akan menghadirkan pembicara seniman Rinding Gumbeng
Nguri Seni yang berasal dari Gunung Kidul. Workshop
akan berlangsung di hari terakhir tanggal 23 agustus 2014 mulai pukul 15.00 –
16.30 dan terbuka untuk umum. Materi yang diberikan adalah tentang penggunaan
alat musik rinding, sejenis alat musik yang terbuat dari bambu dan dimainkan
menggunakan mulut mengandalkan resonansi.
Acara ini tidak hanya menampilkan pertunjukan
musik, tetapi juga pameran dari Kowplink Studio. Gamelan DJ, sebuah aplikasi
musik berbasis Android yang memadukan instrumen tradisional dan modern, juga
ditampilkan dalam pameran ini. Ada pula karya berupa aplikasi berbasis komputer
dengan menggunakan kinect, sebuah teknologi air motion gesture yang
menggabungkan musik, tarian, kultur lokal, dan edukasi. Memadukan lima ragam
alat musik tradisional Indonesia, aplikasi ini mampu menjadi sarana pengenalan
alat musik tradisional menjadi lebih kekinian.
Pada hari terakhir gelaran 19th Yogyakarta Gamelan
Festival, workshop digelar di Lobby Societet Taman Budaya Yogyakarta. Seniman
Rinding Gumbeng Nguri Seni dari Gunung Kidul hadir sebagai pembicara. Acara
yang dibuka pukul 15.00 WIB ini mengusung tema Musik Mulut. Rinding, sebuah
alat musik dari bambu yang dimainkan menggunakan mulut, menjadi topik yang akan
dibahas dalam workshop.
Selama sembilan belas tahun, Yogyakarta Gamelan
Festival selalu menjadi ajang yang ditunggu-tunggu para pecinta gamelan. Tidak
hanya para pemain, festival ini juga menjadi ajang berkumpul para penikmat
gamelan yang hanya sekedar mendengarkan alunan musik. Yogyakarta Gamelan
Festival menjadi media para pemain gamelan untuk memamerkan karya-karya mereka.
Melalui festival ini, Setyaji berharap pola pikir generasi muda terhadap budaya
bangsa yang selama ini dianggap kuno bisa berubah. “Menggagas kehidupan seni
gamelan yang dinamis, selalu menyelaraskan diri dengan zaman tanpa harus
kehilangan latar belakang budayanya dan saling menghargai keanekaragaman
kebudayaan di dunia menjadi visi diselenggarakannya Yogyakarta Gamelan Festival
ini,” ujar Setyaji.
Kini, gamelan sebagai warisan budaya bangsa sudah
diakui dan dipelajari oleh negara-negara di dunia. Di usianya yang ke-19,
Yogyakarta Gamelan Festival patut disejajarkan dengan festival kelas dunia
lainnya. “Sudah saatnya Yogyakarta Gamelan Festival menjadi ‘icon’ Yogyakarta,”
pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar